Saturday, November 14, 2009

Metroseksual Vs Uberseksual


Pria metroseksual menempatkan penampilan diri sebagai hal terpenting bagi mereka. Sementera bagi pria uberseksual kualitas dan integritas diri berada pada prioritas terpenting. Mampukah uberseksual menghadang laju mentroseksual yang terlanjur mewabah?


Siang itu seorang pria dengan tas kerja Alfred Dunhill di tangan nampak tergesa masuk ke sebuah salon kecantikan di bilangan Senayan. Sekitar satu jam berselang ia meninggalkan tempat itu, setelah creambath, facial dan pedicure. Pria itu tampak lebih segar dibalik Kenzo dan Hugo Boss yang membalut tubuhnya. Aroma parfum Bvlgary, merebak dari tubuhnya.

Pemandangan tersebut bukanlah sebuah hal yang asing. Pergi ke salon untuk perawatan tubuh dan memoles penampilan diri dengan asesori bermerek tak hanya menjadi milik kaum hawa. Pria yang dulunya identik dengan kesan urakan dan tak mampu mengatur diri, perlahan mulai terkikis.

Dalam beberapa tahun belakangan para pria di dunia telah mulai berpikir dan bertindak dengan lebih menonjolkan aspek feminim pada dirinya. Tren yang dikenal dengan istilah metroseksual ini bagai gelombang pasang yang melanda dunia. Di berbagai belahan dunia muncul para pria pesolek ini.

Seiring dengan itu perhatian kaum hawa pada pria seperti ini pun meningkat. Dan seperti bensin tersulut api, kaum adam pun seperti berlomba-lomba menjadi pria metroseksual. Penampilan telah menjadi suatu hal yang penting dan mutlak bagi pria metroseksual. Tak peduli uang yang harus dikeluarkan untuk keinginan tersebut tidaklah kecil.

Seperti wanita umumnya, pria metroseksual menjadikan penampilan yang prima sebagai obsesi mereka. Tanpa rasa risih mereka masuk ke salon, memasang kawat gigi, sampai operasi plastik, atas nama penampilan.

Meski terksesan kewanita-wanitaan sebenarnya, namun pria meteroseksual bukanlah pria homoseksual. Mereka adalah para pria yang sejati yang memiliki keluarga yang bahagia. Mereka sebernarnya adalah para pria narsistik, yang mengagumi dirinya sendiri. Mereka pun akan sangat tersanjung jika lingkungan sosialnya membicarakan hal-hal yang baik tentang dirinya.

Hasil survei Euro RSCG yang mencoba memantau perilaku pria di Inggris dan Amerika untuk penampilan fisik mereka, menunjukan bahwa 89 persen responden mengaku harus merias dan mempercantik penampilan diri adalah hal yang penting bagi mereka. 49 persen di antaranya tak keberatan jika laki-laki harus melakukan facial dan pedicure/manicure.

Salah satu sebab munculnya tren ini adalah realitas bahwa semakin banyak wanita yang bekerja. Munculnya para wanita yang bekerja membuat pria harus bisa tampil seimbang dengan para wanita yang secara alami tampil rapi dan terawat. Dan, pilihannya adalah mengikuti pola perawatan tubuh dan wajah seperti yang dilakukan oleh para wanita.

****

Keunggulan adalah segalanya. Kalimat itu menjadi semacam simbol baru di kalangan pria saat ini. Di awal tahun 2006 ini muncul semacam kesadaran di kalangan pria bahwa bahwa ukuran penilaian tak hanya melulu soal penampilan fisikal. Dan, kesadaran ini adalah sebuah kesadaran kolektif, sehingga menjadi sebuah tren baru dalam kehidupan kaum adam.

Penampilan fisik hanya menjadi prioritas kesekian bagi kelompok kaum adam ini. Bagi mereka hal terpenting adalah keunggulan kulitas. Marian Salzman penulis buku The Future Man, menilai saat ini kaum pria lebih memilih untuk tampil atraktif, dinamis dan antusias. “Mereka percaya diri, maskulin, bergaya dan sangat teguh pendirian pada kualitas yang bisa dikompromikan dalam setiap bidang kehidupan,” ujarnya menjelsakan.

Gaya pria seperti ini dianggap akan menjadi tren baru setelah metroseksual yang mendominasi gaya pria beberapa tahun belakangan. Uberseksual adalah nama yang diberikan untuk tren baru ini. Uber diambil dari kosakata Jerman yang berarti di atas atau superior. Sedangkan sexus berarti gender.

Pria uberseksual adalah pria yang menggunakan aspek positif maskulinitas, seperti kepercayaan diri, kepemimpinan, dan kepedulian terhadap orang lain dalam kehidupannya. Pria uberseksual lebih peduli pada nilai dan prinsip hidup. Pria jenis ini lebih memilih untuk memperkaya ilmu dan wawasannya di sela-sela waktu kosong yang dimilikinya.

Meski baru mulai dikenal di awal tahun 2006 namun diyakini tren ini akan segera menggantikan metroseksual. Munculnya tren ini tentunya memberi dampak yang tidak kecil di beberapa aspek kehidupan. Dampak yang paling jelas adalah semakin ketatnya persaingan di bidang pemasaran produk pria yang kehilangan sebagian market-nya.

Pihak produsen tentu tidak ingin kehilangan pasar yang telah cukup mapan dengan tren metroseksual.Pasar tentu akan terus dipengaruhi agar produk pria tetap bisa laku dijual. Perang opini tentu tak lama lagi akan ramai. Pembentukan opini publik akan sangat menentukan apakah uberseksual bisa menghalangi laju metroseksual.

Salah satu faktor yang cukup menentukan adalah para wanita. Bagaimanapun pandangan para wanita turut menentukan pilihan pria. Harus diakui semenjak munculnya tren metroseksual, wanita cenderung memilih pria jenis ini. Opini wanita terhadap uberseksual meski kecil akan menentukan eksistensi tren baru ini.

Namun, faktor dominan yang akan menentukan tetap pada pria. Menarik untuk melihat apakah pria lebih memilih untuk menghabiskan waktunya dengan berdandan di salon dan mengikuti gaya rambut terkini, ataukah membaca buku dan terlibat dalam kegiatan sosial. So, anda pilih yang mana? (Christo Korohama/Manly)

2 Comments:

At 7:01 PM, Blogger arik said...

Soal Metro atau Uber atau apalagi nanti istilahnya, itu kan hanya mengikuti arus saja, bang.

Yang jelas, lelaki sejati tidak dinilai berdasarkan itu. Tapi pada tanggungjawabnya pada kehidupannya.

 
At 10:44 AM, Blogger Christo Korohama said...

Sepakat....soal istilah. Tapi juga menjadi soal bahwa kita tak dapat menghindari pengkalsifikasian. Anda pun baru membuat klasifikasi tentang lelaki sejati. Tinggal saja Anda mau memasukannya dalam istilah yang mana

 

Post a Comment

<< Home